Kamis, 10 Desember 2009

prekitiw hati

Gepede--begitu maunya dia dipanggil--setiap ketemu aku, selalu bertanya, "Gimana? Sudah kirim short message service (SMS) dan call belum dengan dia?"

Mendengar pertanyaan seperti itu aku cuma tersenyum, akan tetapi tepatnya nyengir kuda. "Aku gak mau mimpi sebelum aku tidur," jawabku. "Selain Dia, apakah tidak ada temanmu yang lebih realistis, alias sederajat, untuk dipromosikan ke aku?" ujarku lagi. "Kata orang Sunda itu sama saja dengan pi'it ngeundeuk-ngeundeuk pasir, atau ngajul bulan ku asiwung! Alias mengharapkan seuatu yang gak mungkin bisa tercapai! Lahir batin aku masih waras. Otakku masih sehat!"

"Jadi kamu belum kirim SMS atau telepon?"

Aku menggeleng lemah. "Aku masih bisa mengerti jika pungguk gak malu merindukan rembulan, akan tetapi kalau aku ngajak kenalan duluan dengan Kira, aku bisa dibilang tak tahu diri. Aku sungguh masih hormat kepada pungguk yang merindukan rembulan itu tahu! Aku malu pada si Pungguk. Aku benar-benar harus tahu diri!"

"Maksudmu?"

"Aku percaya jodoh di tangan Tuhan!" kataku agak lantang dan jengkel. "Akan tetapi jika aku harus kenalan dengan Kira, aku benar-benar harus ngaca. Jangan-jangan ketika aku mengajukan berkenalan dengannya, aku malah dihinanya. Gadis sekaliber Kira kukira tidak tercipta untuk laki-laki sekelas aku! Itu sama saja kamu menyandingkan kroco mumet dengan bintang film sekelas Luna Maya!"

"Kok kamu keok sebelum tanding sih?" ejek Gepede. "Kamu itu laki-laki, kok gak punya nyali. Kok kamu mundur sebelum dicoba?! Bah! Laki-laki macam apa kamu ini?"

Kurang ajar kamu, Gepede! Umpatku dalam hati. Aku muntab. "Up to you! Terserah kamu! Yang pasti kalau aku ditolak, yang wirang tujuh turunan itu bukan lu, akan tetapi gue! Yang sakit seumur hidup ane, bukan ente! Yang lara dan nyeri sepanjang hayat di kandung badan itu gue, bukan lu!"

Sebenarnya aku agak tersinggung sama Gepede. Akan tetapi aku tetap tidak bisa marah full sama temanku yang antik dan sableng, akan tetapi baiknya tanpa tanding itu. Gepede sudah sangat peduli untuk menuntaskan jomloku. Selepas dari Alvi Maharani Dekrivanti, aku memang menjomlo berat, sampai jamuran, karena luka di hatiku belum sembuh. Aku diputus Alvi ketika aku sedang cinta-cintanya sama gadis Yogyakarta itu. Apalagi waktu Alvi pamit, bilangnya cuma mau pulang kampung. Eh tahunya nikah dengan mantan pacarnya.

Sakit kan? Wuih sakit sekali! Lha sekarang aku mau "dijodohkan" dengan wanita sekaliber Kira oleh Gepede, apa ora edan?! Kukira dunia belum terlalu tua dan kiamat juga belum dekat!

Karena terus-terusan dikompori dan dicambuki Gepede, karena tidak bosan-bosannya Gepede mengejekku dan karena tidak ada lelah-lelahnya Gepede menyemangatiku, akhirnya beberapa SMS perkenalan kubuat dengan hati dan perasaan, kuedit dengan cinta dan ku-send dengan kasih kepada Kira. Harapanku sederhana sekali. Diterima, syukur. Tidak diterima, memang sudah sepantasnya. Tuhan, apa pun yang kelak terjadi, terjadilah! Kuserahkan semuanya kepada-Mu!

Lalu gimana hasilnya?

Setelah berjuang sekian bulan dengan SMS-SMS-ku--yang kuyakin cuma dibuka, dibaca sekilas, lalu di-delete--aku sampai pada titik keyakinan. Gayung tak bersambut meski semua itu diperjuangkan all out sampai matahari terbit dari barat dan tenggelam di timur sekalipun. "Apa kataku! Kamu terlalu pede dan kelewat optimis sih, Gepede!" ujarku patah, galau, kesel, jengkel, marah, dan...malu!

"Baru SMS tiga bulan gak dibalas, sudah nyerah. Payah banget sih! Lihat dong gimana perjuangan Romeo mendapatkan Juliet, cermati seperti apa usaha Majnun mempertahankan cintanya kepada Layla? Ayo bangun! Bangkitlah! Perjuangkan dan raih cintamu sampai titik darah penghabisan!

"Rawe-rawe rantas malang-malang putung! Begitu!" semprotku. Lalu aku diam. Dalam hati aku memaki Gepede. "Batukmu moncrot!" semburku dalam hati. Mangkel banget aku.

"Untuk cinta sesuatu yang gak mungkin bisa jadi mungkin, Man? Siapa sangka seorang buruh sebuah perusahaan akhirnya dipilih jadi suami oleh mahabintang Holywood Liz Taylor?"

"Ngomong tuh sama tembok!" makiku kepada Gepede. "Ember lu! Kamu kalau bicara asngap banget ya? Asal nylangap! Asjep! Alias asal njeplak!"

"Jadi kau mau mundur?" tantangnya nyebelin banget.

"Tau ah! Gelap!"

---->> Desember 2007.. potongan cerpen neh.. karya Taspin